Kabaroman.com – Pada debat Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung pada 28 September 2024, Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabimasmas, menyampaikan pandangannya mengenai isu Papua Barat dengan nada yang lebih moderat. Dalam pernyataannya, PM Tabimasmas menyoroti pentingnya pengakuan hak-hak Penduduk Asli, sambil mengaitkannya dengan situasi di Kaledonia Baru.
PM Tabimasmas mengungkapkan, “Baru-baru ini, Penduduk Asli Kaledonia Baru tidak puas dengan cara pelaksanaan referendum ketiga untuk kemerdekaan politik dari Prancis.” Kerusuhan yang terjadi akibat ketidakpuasan ini menyebabkan beberapa orang tewas dan mengganggu kegiatan ekonomi. Ia menekankan pentingnya mengakui hak-hak Penduduk Asli atas tanah, lautan, dan budaya mereka.
Dalam konteks Papua Barat, PM Tabimasmas menyatakan, “Kami menyerukan agar hak Masyarakat Adat di Papua Barat atas tanah adat dan budaya mereka dihormati.” Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara Masyarakat Adat dan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi tantangan serta memperoleh otonomi yang lebih besar.
Menanggapi pernyataan tersebut, delegasi Indonesia yang diwakili oleh pejabat Koordinator Politik Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York (PTRI New York), Mariska D. Dhanutiro, menggunakan hak jawab. Mariska menghargai penegasan PM Tabimasmas yang menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia. “Hak ini harus dijunjung tinggi untuk membina hubungan yang bersahabat dan konstruktif sesuai dengan prinsip-prinsip inti Piagam PBB,” tegasnya.
Mariska menambahkan bahwa Indonesia telah memperhatikan pernyataan yang disampaikan mengenai pembangunan di provinsi-provinsi Papua. Ia menekankan, sebagai negara demokrasi yang dinamis, Indonesia terus mendengarkan keinginan rakyatnya untuk perdamaian, kesejahteraan, dan pembangunan.
Dalam kesempatan itu, Mariska menyoroti dua poin penting. Pertama, mengenai seruan untuk otonomi yang lebih besar, di mana undang-undang otonomi khusus yang diberlakukan sejak tahun 2001 memberikan kewenangan kepada orang Papua untuk memilih wakil dan pemimpin mereka secara langsung. Ini memastikan bahwa hanya orang Papua yang dapat dipilih sebagai pemimpin di provinsi-provinsi Papua, dan membentuk Majelis Rakyat Papua serta badan perwakilan lainnya untuk menjamin representasi politik dan budaya mereka.
Kedua, Mariska menekankan tentang kemajuan dalam pembangunan. Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan masyarakat Papua mendapatkan manfaat dari pembangunan yang merata. Semua provinsi di Papua termasuk dalam delapan provinsi dengan alokasi anggaran tertinggi di Indonesia, difokuskan untuk pengembangan infrastruktur, jalan, bandara, pelabuhan, sekolah, dan rumah sakit.
Indeks pembangunan manusia di Papua dan Papua Barat juga menunjukkan peningkatan, dari 54,45 menjadi 61,39, serta dari 59,60 menjadi 65, beralih dari status rendah ke sedang. Penurunan angka kemiskinan dan peningkatan harapan hidup menjadi bukti nyata dari kemajuan ini.