Food Estate Tingkatkan Perekonomian Masyarakat Papua

Kabaroman.com – Para petani di Desa Telaga Sari, Merauke, menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap bantuan lahan seluas 40.000 hektar yang diberikan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Bantuan ini diberikan dalam kunjungan kerjanya ke Kampung Telaga Sari, Distrik Kurik, Merauke, dan diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi pangan serta perekonomian para petani.

Sutarman, seorang petani asal Jawa Tengah yang kini bekerja di Desa Telaga Sari, berharap bantuan tersebut bisa menjadi dorongan untuk meningkatkan hasil pertanian. “Mudah-mudahan ke depan, dengan kunjungan Pak Mentan, petani bisa meningkatkan hasil produksi. Kita petani bisa sukses lah, selama ini kan kita mengharapkan dari pribadi. Mungkin bantuan-bantuan dari pemerintah ini bisa tercover di masyarakat kita,” ujar Sutarman.

Ia juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo atas program Food Estate yang tengah digencarkan. Program ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi peningkatan ketahanan pangan di Indonesia.

Sementara itu, Rudias Bidalegu, petani asal Papua yang aktif di Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Papua, menambahkan bahwa lahan seluas 40.000 hektar tersebut memungkinkan penanaman berbagai varietas tanaman yang dapat meningkatkan perekonomian, terutama bagi masyarakat asli Papua. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang baik dalam hal teknologi dan pendampingan khusus untuk masyarakat Papua.

Menteri Amran menjelaskan bahwa lahan seluas 40.000 hektar ini berhasil dioptimasi dari target awal 63.000 hektar di Merauke. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengantisipasi krisis pangan akibat El Niño dan mendukung swasembada pangan di Indonesia.

Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengemukakan bahwa keterlibatan masyarakat lokal dan petani kecil sangat penting untuk keberhasilan program food estate. Menurutnya, masalah utama dalam pelaksanaan program ini adalah seringnya pendekatan yang digunakan bersifat korporasi.

“Pendekatan korporasi dalam pengelolaan lahan cenderung menimbulkan dampak negatif, baik dari sisi sosial maupun lingkungan,” ungkap Achmad. Ia menekankan bahwa keberadaan perusahaan besar dapat menggusur masyarakat lokal dari tanah yang telah mereka gunakan selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, Achmad menilai bahwa program food estate hanya akan efektif jika masyarakat lokal menjadi bagian inti dalam pelaksanaannya.

Ia mendorong pemerintah untuk memberdayakan masyarakat lokal dengan memberikan akses kepada teknologi modern, pelatihan, dan dukungan infrastruktur yang memadai. “Dengan memberdayakan petani kecil, produksi pangan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan tanpa harus mengorbankan ekosistem lokal,” jelas Achmad.

Achmad menegaskan bahwa program food estate harus dirancang sedemikian rupa sehingga manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh korporasi besar, tetapi juga oleh petani kecil dan masyarakat sekitar. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan serta menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih baik di tingkat lokal.

“Tanpa perubahan paradigma ini, program food estate justru berpotensi memperparah ketimpangan ekonomi dan merusak lingkungan, alih-alih memperkuat ketahanan pangan nasional,” pungkasnya.

Pos terkait