Kisah Guru Diana yang Berjuang Memberantas Buta Huruf di Papua Selatan

Kabaroman.com – Diana Da Costa (28), seorang guru asal Nusa Tenggara Timur, memilih untuk melangkah ke daerah pedalaman Papua Selatan dengan satu tujuan: memberantas buta huruf dan memberikan akses pendidikan dasar bagi anak-anak di sana. Meski banyak orang mencari kehidupan lebih baik di kota, Diana justru memutuskan untuk berjuang mengubah nasib anak-anak di desa terpencil di Papua Selatan. “Anak-anak di sana berhak mengakses pendidikan dasar agar dapat mewujudkan impian mereka,” ujar Diana.

Diana Cristiana Da Costa telah mengabdikan dirinya sebagai guru muda di pedalaman Papua, tepatnya di Kampung Atti, Kabupaten Mappi, Papua Selatan, sejak 2018. Dalam Program Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT), Diana menghadapi perjalanan panjang yang penuh tantangan, harus menempuh hampir satu hari perjalanan dengan perahu kayu dan berjalan kaki melalui hutan untuk mencapai tempatnya mengajar.

Sekolah yang ia ajar, SD Negeri Atti, adalah satu-satunya di kampung tersebut, dengan sekitar 200 kepala keluarga. Sayangnya, banyak anak-anak di kampung tersebut tidak bersekolah karena mereka harus membantu orang tua mencari makan di hutan.

Kondisi pendidikan di Kampung Atti sangat memprihatinkan, bahkan aktivitas belajar-mengajar telah terhenti sebelum Diana datang. Banyak anak, termasuk siswa kelas 6 SD, belum bisa membaca dan menulis. Dengan adanya program GPDT, Diana dan dua rekan sesama guru menghidupkan kembali sekolah yang sebelumnya tidak aktif.

Mereka memulai dengan mengajarkan dasar-dasar pendidikan seperti membaca, menulis, dan berhitung, serta membangun pemahaman akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Kini, sekolah tersebut sudah berjalan sekitar 80% efektif dalam proses belajar-mengajar.

Di tengah keterbatasan fasilitas, seperti ruang kelas yang sempit dan jumlah bangku yang sangat terbatas, Diana tetap fokus pada pendidikan karakter dan nasionalisme. Ia mengajarkan anak-anak untuk memiliki cita-cita setinggi mungkin, sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami.

Kini, berkat bimbingan Diana, banyak anak-anak Kampung Atti yang mulai bermimpi untuk menjadi dokter, guru, suster, bahkan bupati. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran seorang pendidik dalam membentuk masa depan anak-anak yang sebelumnya tidak tahu arah.

Diana menganggap pendidikan di Papua sebagai “barang mewah”, yang masih sangat sulit diakses, terutama di daerah-daerah terpencil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua pada 2023 menunjukkan angka yang sangat tinggi untuk penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak memiliki ijazah SD.

Hanya sebagian kecil penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Di Kampung Atti, banyak anak-anak yang tidak bisa mengakses pendidikan formal karena harus membantu orang tua atau karena sekolah yang tidak berfungsi dengan baik.

Tantangan terbesar yang dihadapi Diana adalah kurikulum pendidikan yang tidak kontekstual dengan kondisi di Papua. Misalnya, mengajarkan anak-anak untuk membaca di perpustakaan, padahal di daerah tersebut tidak ada perpustakaan.

Selain itu, akses internet yang terbatas membuat pengajaran menjadi lebih sulit dibandingkan dengan daerah lain seperti di Pulau Jawa. Diana berharap pemerintah pusat dapat melihat langsung kondisi di lapangan dan menyesuaikan kebijakan pendidikan dengan kebutuhan nyata di Papua, yang memiliki kondisi geografis dan sosial yang berbeda.

Diana berharap agar pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dapat lebih memperhatikan masalah pendidikan di Papua. Ia menginginkan agar fasilitas pendidikan dan kesejahteraan para guru di Papua lebih diperhatikan, agar pendidikan tidak lagi dianggap sebagai “barang mewah”.

Dengan kehadiran pemerintah yang turun langsung ke daerah-daerah terpencil, Diana berharap kondisi pendidikan di Papua bisa lebih baik, dan anak-anak di sana bisa meraih masa depan yang cerah, seperti anak-anak di wilayah lain di Indonesia. Perjuangan Diana tidak hanya menginspirasi, tetapi juga membuktikan bahwa dengan semangat dan dedikasi, pendidikan dapat mengubah kehidupan anak-anak di pedalaman Papua.

Pos terkait