Anjing Dingo Kembali Bernyanyi di Puncak Grasberg Papua

Kabaroman.com – Sejak tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) di Pegunungan Jayawijaya mulai beroperasi pada 1973, suara lolongan anjing yang dikenal dengan sebutan “singing dog” atau anjing bernyanyi tak terdengar lagi di sekitar area tambang Puncak Grasberg. Namun, sejak 2020, kemunculannya kembali memikat perhatian banyak pihak. Suara melolong yang mirip dengan serigala, namun lembut dan berirama, terdengar di Bunaken Overlook, kawasan reklamasi pasca-tambang yang berada di bibir tambang terbuka Grasberg.

Lolongannya yang khas ini berasal dari seekor anjing berbulu coklat emas dengan putih di bagian dada, yang tampaknya berkelana bersama dua ekor lainnya di sekitar lokasi reklamasi. Meskipun liar, anjing ini tidak tampak agresif, justru menunjukkan gerak-geriknya yang bersahabat. Keberadaan mereka mencuri perhatian banyak pihak, mengingat mereka adalah spesies endemik yang hampir punah.

Anjing ini dikenal dengan berbagai nama, seperti anjing bernyanyi Papua, New Guinea singing dog (NGSD), dan anjing liar dataran tinggi. Nama latinnya adalah Canis familiaris hallstromi, yang diambil dari nama peneliti Sir Hallstrom yang pertama kali mengidentifikasi jenis ini. Suku Moni, yang mendiami Pegunungan Jayawijaya, menganggap anjing ini sebagai makhluk sakral, bahkan menyebutnya dingo, yang dipercaya sebagai nenek moyang mereka.

Peneliti dari Balai Arkeologi Provinsi Papua, Hari Suroto, menyatakan bahwa anjing ini sudah ada di Papua sejak sekitar 3.500 tahun yang lalu, dibawa oleh kelompok penutur Austronesia. Meskipun sering disebut dingo, penelitian genetis menunjukkan bahwa anjing ini tidak terkait langsung dengan dingo Australia, meski memiliki kekerabatan dengannya.

Kemunculan kembali anjing bernyanyi di kawasan reklamasi Grasberg dipandang sebagai simbol keberhasilan upaya reklamasi pasca-penambangan. Reklamasi yang dilakukan oleh PTFI bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan di area yang telah terimbas kegiatan pertambangan. Salah satu bentuk reklamasi yang dilakukan adalah revegetasi, dengan menanam vegetasi alami seperti lumut dan semak rumput yang sesuai dengan ketinggian kawasan tersebut.

Sena Indra Wiraguna, Manajer Grasberg Earthworks PTFI, menjelaskan bahwa anjing ini, yang merupakan predator puncak, mengonsumsi tikus sebagai bagian dari rantai makanan. Kehadirannya menunjukkan bahwa kehidupan alam di kawasan itu sudah mulai pulih. Selain revegetasi, PTFI juga melakukan stabilisasi lahan dengan menanam batu gamping untuk menetralkan asam sisa pertambangan.

Dengan semakin pulihnya alam di kawasan Grasberg, kehidupan fauna dan flora kembali berkembang. Kehadiran anjing bernyanyi di kawasan reklamasi ini menjadi bukti nyata bahwa upaya konservasi dan reklamasi bisa membawa dampak positif bagi lingkungan. Kini, dengan kembalinya Dingo, suara lolongannya yang khas kembali mengisi udara pegunungan, menandakan bahwa alam di Puncak Grasberg kembali hidup.

Pos terkait