Kabaroman.com -Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya yang serius dalam menangani permasalahan stunting, sebuah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis. Komitmen ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Tujuan utamanya adalah menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang sehat, cerdas, dan berkualitas demi membangun generasi yang kuat serta berdaya saing tinggi. Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, angka prevalensi stunting harus benar-benar ditekan secara signifikan.
Philmona Yarolo, Kepala Kantor Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Perwakilan Provinsi Papua Barat, menjelaskan bahwa salah satu tantangan besar dalam meningkatkan kualitas SDM di Indonesia adalah masih tingginya angka stunting. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5%, artinya satu dari lima balita mengalami masalah ini.
“Stunting tidak hanya memengaruhi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, membuat anak kurang cerdas, dan rentan terhadap berbagai penyakit,” kata Philmona.
Menurut penjelasannya, stunting terjadi akibat berbagai faktor seperti anemia, kurangnya asupan gizi pada ibu hamil, minimnya akses air bersih dan sanitasi, serta pola asuh yang keliru. Untuk mencegahnya, intervensi harus dilakukan selama 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Fase ini menjadi kunci penting dalam membentuk fondasi generasi masa depan yang sehat dan produktif.
Dalam sambutan Gubernur Papua Barat yang dibacakan oleh Asisten II Setda Papua Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Melkias Werinussa, disampaikan bahwa stunting bukan sekadar masalah kesehatan biasa. “Stunting bukan hanya soal pertumbuhan fisik yang terhambat, tetapi juga bisa mematikan masa depan seorang anak,” ujar Werinussa. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan isu stunting sebagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Di Papua Barat, upaya penurunan stunting mulai menunjukkan hasil positif. Berdasarkan data Studi Status Anak Indonesia (SAI) 2023, angka stunting di wilayah ini turun signifikan menjadi 24,8%, dibandingkan tren tahun 2022 yang mencapai 30%. Penurunan sebesar 5,2% ini menjadi bukti bahwa langkah-langkah konkret pemerintah mulai membuahkan hasil. Namun, perjuangan belum usai. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama di tingkat kabupaten/kota.
Banyak program penanganan stunting yang masih bersifat formalitas belaka. “Kita sering melaporkan kegiatan dengan baik, tapi sebenarnya kita belum benar-benar memahami apa itu stunting dan bagaimana cara menanganinya secara efektif,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya kerja sama lintas sektor, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, untuk memastikan program pencegahan stunting berjalan sesuai rencana. Evaluasi ketat dan peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan serta edukasi gizi juga menjadi kunci keberhasilan.
Solusi yang ditawarkan mencakup perbaikan gizi sejak masa kehamilan, pendidikan bagi ibu hamil, hingga pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin. Pendataan yang akurat juga sangat penting agar program intervensi lebih tepat sasaran. Dengan melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga terkait, diharapkan angka stunting di Papua Barat dan seluruh Indonesia dapat terus menurun.
Generasi muda yang sehat dan cerdas adalah investasi utama bagi kemajuan bangsa. Namun, tanpa aksi nyata dan komitmen bersama, semua rencana ini hanya akan menjadi angan-angan dan dokumen tanpa realisasi.