Moderasi Beragama: Menjaga Kerukunan di Indonesia, belajar dari Dinamika Kawasan Timur Tengah

Kabaroman.com – Berbicara mengenai moderasi agama di masa sekarang ini rasanya sudah tidak asing lagi bagi kita. Di Indonesia, pembahasan tentang moderasi beragama mulai mencuat beberapa tahun belakangan melalui berbagai media seperti karya tulis, seminar, bahkan isi obrolan di tongkrongan warung kopi banyak membahas tentang moderasi beragama. Media sosial sebagai media dakwah zaman modern ini pun tidak lepas digunakan untuk mempopulerkan istilah tersebut

Moderasi beragama artinya menjalankan agama dengan cara yang seimbang: berpegang pada nilai-nilai inti agama tapi juga menghormati hak orang lain, hukum negara, dan keberagaman. Di Indonesia, kata itu bukan cuma teori tapi sudah banyak masyarakat memraktekan moderasi itu ke dalam kehidupan sehari-hari.

Moderasi Sebagai Penjaga Keseimbangan

Pada tahun 90-an, wacana ini mulai dikenalkan oleh KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa akrab kita panggil dengan nama Gus Dur. Sebagai tokoh aktivis pluralisme Indonesia, karakternya terkenal sebagai orang yang humanis, selalu mengedepankan toleransi, dialog antaragama, demokrasi, serta penghormatan terhadap keragaman.

Pengikut sekaligus penerus praktek moderasi beragama yang dibawakan oleh Gus Dur ini sekarang dikenal oleh masyarakat sebagai komunitas bernama Gusdurian. Gusdurian ada di mana-mana, sampai di seluruh Indonesia, dan beranggotakan dari berbagai kalangan penganut agama yang beda-beda.

Moderasi beragama pada dasarnya mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam beragama. Simpelnya tidak ekstrem ke kanan, tapi juga tidak acuh ke kiri. Intinya adalah seimbang: menjalankan ajaran agama dengan kuat, namun tetap menghargai perbedaan dan kemanusiaan.

Budaya Islam yang Damai di Indonesia

Di Indonesia, nilai moderasi ini tumbuh dari sejarah panjang. Bangsa kita terbentuk dari ratusan suku, bahasa, dan adat, dengan beragam keyakinan yang hidup berdampingan. Jadi, semangat “tenggang rasa” sudah ada jauh sebelum istilah moderasi beragama populer. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, dan saling menghormati menjadi pondasi yang memperkuat kerukunan di tengah perbedaan

Islam datang ke Nusantara lewat jalur perdagangan dan dakwah yang damai. Para ulama terdahulu menyebarkan ajaran Islam tanpa kekerasan, melainkan melalui teladan dan akhlak. Islam di Nusantara kemudian tumbuh dalam nuansa yang lembut, berpadu dengan budaya lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai inti.

Itulah mengapa Islam Indonesia punya wajah yang ramah dan toleran. Di banyak tempat, masyarakat bisa hidup berdampingan meskipun berbeda agama, mazhab, atau tradisi.

Selain itu, konstitusi juga memainkan peran penting sebagai payung bersama. Negara memberikan ruang bagi setiap pemeluk agama untuk beribadah dengan tenang, dan nilai-nilai agama dipandang sebagai kekuatan moral bangsa, bukan alat untuk memecah belah.

Soekarno, bersama rekan founding father Indonesia memasukan nilai moderasi beragama ke dalam dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, pada sila pertamanya yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Lalu timbul pertanyaan, mengapa di beberapa kawasan Timur Tengah terjadi dinamika keagamaan yang sering kali disertai ketegangan atau konflik?

Jika dibandingkan, beberapa wilayah di Timur Tengah menghadapi tantangan yang berbeda. Meski juga mayoritas Muslim, ada kawasan yang masih menghadapi ketegangan politik, perbedaan mazhab, serta dinamika perebutan kekuasaan. Yaman bisa menjadi salah satu contoh kompleksitas tersebut.

Ada banyak faktor penyebabnya: mulai dari sejarah kolonialisme, perebutan sumber daya, rivalitas antara kelompok, hingga intervensi asing. Sebagian konflik juga dipengaruhi oleh perbedaan dalam penafsiran ajaran agama yang kurang memberi ruang pada
keberagaman pemahaman.

Ketika agama terlibat dalam dinamika politik yang rumit, sering kali nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan menghadapi tantangan tersendiri.

Tentu tidak semua negara di Timur Tengah berkonflik. Ada juga yang damai dan maju. Contohnya negara Arab Teluk seperti Oman. Oman adalah negara islam yang bermadzhab resmi Ibadli.

Dalam keyakinan Ibadli, ada istilah al wilayah wal baroah yang menjaga penganut aliran ini untuk bersikap toleransi dalam beragama, didukung oleh peraturan negara yang melarang perdebatan tentang perbedaan agama dan madzhab di ruang publik.

Menjaga Moderasi Masa Kini

Walau Indonesia relatif damai, tantangan baru selalu muncul. Dunia digital membuat arus informasi sangat cepat, termasuk paham-paham ekstrem yang mudah menyebar di media sosial.

Karena itu, perlu terus ditanamkan pemahaman agama yang bijak dan terbuka baik lewat pendidikan, dakwah, maupun diskusi publik. Peran keluarga, guru, tokoh agama, dan media sangat penting untuk menjaga agar masyarakat tidak
mudah terprovokasi oleh isu kebencian atau perbedaan.

Sebagai contoh di kalangan pemuda dan masyarakat Indonesia saat ini ada Habib Husain Jakfar yang naik daun karena menyajikan gaya dakwah moderasi beragama melalui karya tulis, media sosial dan media tayangan lainnya.

Moderasi beragama bukan sekadar slogan, tapi sikap hidup yang nyata: menghargai, mendengar, dan menahan diri.
Indonesia bisa jadi contoh bahwa keberagaman tidak harus berujung pada konflik, asalkan setiap orang mau menempatkan agama sebagai sumber kedamaian, bukan alat perpecahan.

Kalau nilai ini terus dijaga, maka moderasi bukan hanya akan melindungi kerukunan, tapi juga menjadi kekuatan moral bangsa untuk menghadapi masa depan.

 

Pos terkait