Mengenal Tradisi Tanam Sasi, Ritual Magis Papua yang Mengubah Kematian

Kabaroman.com –  Pernahkah kalian mendengar tradisi yang mengubah cara pandang terhadap kematian? Di pedalaman Papua, ada ritual magis yang tidak hanya tentang berkabung, tapi juga tentang memberi kehidupan baru melalui kayu sasi. Tradisi Tanam Sasi dari Suku Marind di Merauke ini bakal bikin kalian terpukau dengan filosofi kehidupan yang mendalam banget!

Tanam Sasi merupakan upacara adat kematian khas Suku Marind atau Marind-Anim yang mendiami Kabupaten Merauke, Papua Barat. Nama “Anim” sendiri berarti laki-laki, sedangkan “Anum” berarti perempuan dalam bahasa setempat. Suku yang berpopulasi sekitar 5.000-7.000 jiwa ini menjalani tradisi turun-temurun yang sangat unik.

Tradisi ini dimulai ketika ada anggota suku yang meninggal dunia. Kayu sasi yang memiliki ukiran khas Papua ditanam tepat 40 hari setelah kematian terjadi. Yang menarik, kayu ini tidak boleh dicabut sampai genap 1.000 hari atau hampir tiga tahun lamanya. Bagi masyarakat Marind, ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan simbol penghormatan kepada arwah yang telah berpulang.

Setiap ukiran pada kayu sasi ternyata punya makna filosofis yang dalam banget. Pertama, ukiran tersebut melambangkan kehadiran roh nenek moyang yang masih menjaga keluarga yang ditinggalkan. Kedua, sebagai bentuk ekspresi perasaan masyarakat Papua, baik saat sedih maupun bahagia.

Makna ketiga adalah sebagai simbol kepercayaan terhadap berbagai motif kehidupan seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang terukir di kayu. Terakhir, kayu sasi menjadi lambang keindahan sebagai perwujudan karya seni tinggi. Bagi keluarga yang berduka, tradisi ini sekaligus menjadi pengumuman kepada seluruh desa bahwa ada yang meninggal dan mereka sedang dalam masa berkabung.

Ritual Tanam Sasi tidak pernah terpisah dari pertunjukan Tari Gatsi yang memukau. Tarian tradisional ini dipentaskan khusus saat upacara berlangsung, diiringi alat musik Tifa yang terbuat dari kayu susu khas Papua Barat. Bagian gendang Tifa dibuat dari kulit rusa atau biawak yang telah diolah khusus hingga menghasilkan suara yang merdu.

Prosesi pemakaman dalam tradisi Tanam Sasi sangat unik dan berbeda dari kebiasaan umum. Jenazah akan diolesi bahan alami hingga seluruh tubuhnya berwarna hitam, kemudian diposisikan duduk dan diletakkan di perapian sampai benar-benar menghitam sempurna.

Ada ritual tambahan yang cukup ekstrem yaitu memotong ruas jari tangan sebagai simbol kepedihan mendalam atas kehilangan keluarga. Meski terdengar menyakitkan, bagi masyarakat Marind hal ini merupakan lambang kesetiaan dan kerukunan keluarga. Upacara ditutup dengan nyanyian khas Papua yang syarat akan doa dan harapan.

Generasi muda Suku Marind masih aktif mengukir kayu sasi dan mempelajari filosofi di balik setiap motif yang dibuat. Mereka memahami bahwa tradisi ini bukan hanya tentang kematian, tapi juga tentang menghargai kehidupan dan memelihara ikatan antar generasi.

Tradisi Tanam Sasi mengajarkan kita bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan transisi menuju kehidupan yang berbeda. Melalui ritual ini, masyarakat Suku Marind menunjukkan bahwa cinta dan penghormatan terhadap keluarga tidak berhenti meski kematian telah memisahkan.

Sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, kita perlu menghargai dan melestarikan tradisi-tradisi seperti ini. Siapa tahu, dari filosofi Tanam Sasi kita bisa belajar bagaimana menghadapi kehilangan dengan cara yang lebih bermakna. Yuk, mulai sekarang kita dukung pelestarian budaya Nusantara.

Pos terkait