Kabaroman.com – Silas Avari Donrai Papare atau Silas Papare mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional pada 1993. Penganugerahan itu diberikan berkat jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia, salah satunya aktif dalam upaya menyatukan Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mengutip dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia, Silas Papare lahir di Kampung Ariepi, Serui, Yapen Waropen, Papua Barat pada 18 Desember 1918. Ia menempuh pendidikan model Barat sejak bersekolah di tingkat rendah.
Pada 1927 hingga 1930, Silas Papare bersekolah di Sekolah Desa (Volkschool) Serui. Ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Juru Rawat di Serui pada 1931 hingga 1935.

Usai menamatkan pendidikan di bidang kesehatan, ia sempat bekerja di Rumah Sakit Zending Serui selama satu tahun. Pada 1936 hingga 1940, ia menjadi tenaga medis di Rumah Sakit Perusahaan Nederlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM).
Saat masa pendudukan Jepang di Papua Barat, Silas Papare menjadi intelijen Belanda. Ia berhasil menghimpun kekuatan rakyat di Biak, Yapen Waropen, Nabire, dan Wandamen.
Pada April 1944, Jepang berhasil dikalahkan oleh Sekutu dan Belanda di Papua. Kekalahan Jepang membuat kolonial Belanda berusaha menyatukan seluruh wilayah Papua.
Terhitung mulai 1945, Belanda berusaha melakukan dekolonisasi Tanah Papua. Selama itu pula, tokoh-tokoh pergerakan Papua bertemu dan bertukar pikiran dengan eks-Digulis maupun aktivis kemerdekaan Indonesia dari Australia pasca 1945 yang berperan dalam membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM).
Diskusi tersebut mendorong Silas Papare dan tokoh lainnya untuk melakukan perlawanan kepada Belanda di Serui, Biak, dan Manokwari. Sepanjang 1946, beberapa kali Silas Papare mengorganisir perlawanan kepada Belanda. Ia sempat ditangkap di Biak dan Serui.

Silas Papare diasingkan dan dalam pengasingan tersebut ia bertemu dengan Sam Ratulangi pada 1946. Sam adalah sosok yang mengintrodusir berdirinya Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), sementara Silas Papare menjadi ketua partai tersebut.
Hadirnya PKII dan KIM menjadi motor organisasi pergerakan nasionalisme di Papua. Pada Desember 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Den Haag dan Silas Papare mewakili kelompok Papua.
Dalam KMB, Silas Papare memimpin PKII yang memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaan Irian (Papua) dari dekolonisasi Belanda. Ia juga andil dalam perjuangan diplomasi hingga Persetujuan New York pada 1962.
Perjanjian New York adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia mengenai administrasi wilayah Papua Nugini Barat. Persetujuan New York pada 15 Agustus 1962 membuahkan hasil Irian Barat (sekarang Papua) menjadi bagian dari Republik Indonesia pada 1 Mei 1963.

Saat di Jakarta, karier politik Silas Papare berkembang pesat. Ia terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mewakili Papua pada 1954 hingga 1960. Pada 1962, Silas Papare menjadi anggota Delegasi Republik Indonesia dalam penandatanganan Persetujuan Indonesia-Belanda di New York (New York Agreement).
Terkait kehidupan pribadinya, Silas Papare menikah dengan Regina Aibui pada 12 April 1936. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai sembilan orang anak.
Pada 7 Maret 1979, Silas Papare meninggal di Rumah Sakit Pertamina Jakarta karena sakit. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Trikora Serui.






