Menimbang Ulang Keberadaan OPM dalam Perspektif Kemanusiaan dan Keamanan di Papua

Kabaroman.com – Papua merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki potensi besar, baik dari segi sumber daya alam maupun keberagaman budaya. Namun, potensi tersebut belum dapat berkembang secara optimal akibat konflik berkepanjangan yang terjadi di wilayah ini, terutama yang dipicu oleh keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh OPM telah menimbulkan keresahan luas di tengah masyarakat Papua, khususnya masyarakat adat yang menjadi kelompok paling terdampak.

Masyarakat adat Papua secara tegas menunjukkan penolakannya terhadap kehadiran OPM. Penolakan ini bukan tanpa alasan. Aksi-aksi OPM yang mengganggu stabilitas sosial, seperti perusakan fasilitas umum dan intimidasi terhadap masyarakat sipil, telah menghambat pembangunan dan menciptakan ketakutan yang meluas. Klaim perjuangan kemerdekaan yang diusung oleh OPM tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat Papua secara umum, yang lebih mendambakan kedamaian, kesejahteraan, dan jaminan keamanan.

Kekerasan yang dilakukan oleh OPM, terutama insiden pembunuhan terhadap warga sipil di Yahukimo, merupakan tindakan yang tidak hanya bertentangan dengan norma hukum nasional, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan universal. Serangan terhadap masyarakat sipil, yang seharusnya dilindungi dalam situasi konflik sekalipun, menunjukkan bahwa tindakan OPM telah melampaui batas etika perjuangan dan memasuki ranah pelanggaran hak asasi manusia secara serius.

Dalam perspektif hukum internasional, khususnya hukum humaniter, tindakan yang menargetkan warga sipil termasuk ke dalam kategori kejahatan kemanusiaan. Oleh karena itu, perbuatan OPM yang mengarah pada pembunuhan dan kekerasan terhadap warga Papua sendiri harus dikaji sebagai pelanggaran serius yang membutuhkan respon hukum yang tegas. OPM, dalam konteks ini, tidak hanya menjadi ancaman terhadap kedaulatan negara, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup masyarakat Papua itu sendiri.

Perlu ditegaskan bahwa perjuangan politik seharusnya tidak pernah mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Jika OPM mengatasnamakan rakyat Papua dalam setiap aksinya, maka mereka seharusnya menjadi pelindung, bukan ancaman.

Fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya: masyarakat Papua, terutama masyarakat adat, menjadi korban utama dari eskalasi kekerasan yang dilakukan kelompok ini. Ini menjadi bukti bahwa legitimasi perjuangan OPM semakin dipertanyakan oleh publik, termasuk oleh masyarakat Papua sendiri.

Oleh karena itu, upaya mewujudkan perdamaian di Papua harus dimulai dengan perlindungan terhadap masyarakat sipil dari ancaman kelompok bersenjata. Negara wajib hadir secara adil dan tegas, baik melalui pendekatan keamanan maupun pendekatan kesejahteraan. Papua membutuhkan ruang damai untuk tumbuh dan berkembang tanpa kekerasan. Aspirasi masyarakat adat Papua untuk hidup aman, tenteram, dan sejahtera harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pembangunan dan keamanan nasional.

Pos terkait