Menjaga Papua dalam Dekapan Ibu Pertiwi: Melawan Provokasi dengan Data dan Kesejahteraan

Kabaroman.com – Narasi tentang Papua seringkali menjadi panggung pertarungan informasi yang sengit. Di satu sisi, kita melihat upaya pembangunan yang terukur, didukung data dan komitmen finansial negara. Di sisi lain, desingan provokasi dari kelompok separatis teroris (KST), seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan afiliasinya, terus berusaha merusak kedamaian dengan aksi kekerasan yang nyata dan terukur pula.

Di tengah kompleksitas ini, kita harus berpijak pada fakta dan menegaskan kembali dengan suara bulat: Papua adalah bagian sah dan tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Status final ini bukan hanya slogan, melainkan amanat konstitusi yang diwujudkan melalui komitmen pembangunan berkelanjutan. Upaya apa pun untuk memisahkan Papua adalah serangan terhadap kedaulatan, yang dampaknya paling merugikan justru bagi masyarakat Papua itu sendiri.

Untuk memahami skala persoalan, kita harus waspada terhadap provokasi KST yang tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga perang narasi. Mereka secara sistematis menyebarkan disinformasi untuk menciptakan citra bahwa negara abai. Padahal, data berbicara sebaliknya.

Komitmen Negara yang Terukur: Dana dan Pembangunan Manusia

Argumen bahwa negara abai runtuh jika kita melihat komitmen finansial dan dampaknya. Sejak 2002, Pemerintah telah menggelontorkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang besarnya setara dengan 2,25% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Ini adalah transfer fiskal masif yang secara kumulatif telah mencapai ratusan triliun rupiah, sebuah kebijakan afirmasi finansial yang tidak ada duanya di Indonesia.

Apakah dana besar ini membuahkan hasil? Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren positif pada indikator paling fundamental: kualitas hidup manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di seluruh provinsi Papua terus menunjukkan peningkatan. Sebagai contoh, pada tahun 2024, IPM Provinsi Papua mencapai 73,83 (naik dari 73,23), Papua Tengah 60,25 (naik dari 59,44), dan Papua Selatan 68,86 (naik dari 68,24). Angka-angka ini menunjukkan adanya perbaikan nyata dalam akses pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak.

Meskipun tingkat kemiskinan masih menjadi tantangan utama, data BPS per September 2024 menunjukkan adanya tren penurunan di beberapa wilayah, seperti di Papua Barat Daya dimana angka kemiskinan turun 1,18 poin persen dibandingkan Maret 2024. Ini membuktikan bahwa roda pembangunan, walau menghadapi medan yang sulit, terus bergerak ke arah yang benar.

Sabotase Kemanusiaan oleh KST

Ironisnya, kemajuan inilah yang berusaha disabotase oleh KST. Narasi mereka tentang “perjuangan” berbanding terbalik dengan aksi mereka di lapangan yang justru menyerang fondasi kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak hanya memerangi aparat keamanan, tetapi secara brutal menargetkan para pahlawan pembangunan.

Data menjadi saksi bisu kebrutalan ini. Laporan dari berbagai sumber, termasuk TNI-Polri, melukiskan gambaran suram. Sepanjang tahun 2023 saja, tercatat 61 orang tewas akibat aksi KST. Tren kekejaman ini berlanjut di tahun 2024, dimana Satgas Operasi Damai Cartenz mencatat total 46 korban jiwa hingga akhir tahun, yang terdiri dari 10 prajurit TNI, 8 anggota Polri, dan 28 warga sipil.

Korban sipil ini bukanlah “salah sasaran”, melainkan target strategis untuk menebar teror dan menghentikan kemajuan. Mereka adalah guru yang mengajar anak-anak pedalaman, tenaga kesehatan yang membawa vaksin, dan pekerja konstruksi yang membuka isolasi dengan membangun jalan dan jembatan. Ketika KST membakar sekolah atau menembak seorang mantri, mereka sejatinya sedang membunuh masa depan dan harapan masyarakat Papua.

Fokus pada Masa Depan, Lawan Provokasi

Melihat data secara jernih, arah kebijakan untuk Papua sudah tepat: fokus pada kesejahteraan dan pembangunan, sembari menindak tegas kelompok perusuh yang menghambatnya. Proyek strategis nasional seperti Jalan Trans-Papua dan Palapa Ring Timur terus dikerjakan untuk membuka konektivitas dan akses informasi, yang merupakan kunci kemajuan di era modern.

Oleh karena itu, sikap kita sebagai bangsa harus solid dan berbasis data:

  1. Tolak Narasi Bohong dengan Fakta: Lawan disinformasi KST dengan menyebarkan data capaian pembangunan, seperti kenaikan IPM dan realisasi proyek-proyek infrastruktur. Jangan biarkan hoaks dan provokasi mendominasi ruang digital.
  2. Dukung Penuh Pendekatan Kesejahteraan: Komitmen finansial negara yang masif harus terus dikawal agar tepat sasaran dan benar-benar dirasakan oleh Orang Asli Papua (OAP). Keberhasilan Otsus adalah keberhasilan kita bersama.
  3. Perkuat Solidaritas Nasional: Masyarakat Papua adalah saudara kita. Penderitaan mereka akibat ulah KST adalah duka kita semua. Mari perkuat persaudaraan dan buktikan bahwa ikatan kebangsaan kita jauh lebih kuat daripada hasutan separatisme.

Masa depan Papua yang damai dan sejahtera bukanlah impian, melainkan proyek bersama seluruh anak bangsa. Dengan berpijak pada data, kita dapat melihat dengan jelas siapa yang membangun dan siapa yang merusak. Saatnya kita merapatkan barisan, menjaga Papua dalam dekapan Ibu Pertiwi, dan membuktikan bahwa persatuan kita lebih kuat dari provokasi mana pun.

Pos terkait