Papuan Voices Tolak Peringatan 1 Juli OPM: Masyarakat Pilih Damai, Bukan Provokasi

Kabaroman. com – Setiap tanggal 1 Juli, sebagian kelompok separatis di Papua memperingati apa yang mereka klaim sebagai “hari kemerdekaan” versi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun kini, semakin banyak masyarakat Papua yang menolak peringatan tersebut. Bagi mereka, aksi itu tidak lagi relevan dan hanya memperkeruh situasi keamanan di Tanah Papua.

“Cukup sudah kekerasan. Kami ingin hidup tenang, membangun kampung, dan anak-anak kami sekolah dengan aman,” ujar Yulius Wonda, tokoh pemuda asal Wamena.

Provokasi yang Merugikan Warga Sipil

Peringatan 1 Juli sering diiringi tindakan provokatif dan bentrokan dengan aparat keamanan. Tidak jarang, masyarakat sipil yang justru menjadi korban.

“Aksi ini bukan lagi perjuangan. Ini malah menyulitkan warga. Kami takut, sekolah tutup, aktivitas ekonomi terganggu,” kata Mama Yohana, pedagang pasar di Kabupaten Yahukimo.

Mayoritas warga Papua kini menginginkan stabilitas dan pembangunan. Mereka menyadari bahwa konflik tidak membawa kemajuan, justru membuat mereka semakin tertinggal.

Warga Papua Butuh Akses, Bukan Aksi Separatis

Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan mulai terasa hingga ke wilayah pedalaman. Meski belum sempurna, perubahan ini disambut positif oleh masyarakat.

“Kami mau jalan bagus, listrik nyala, anak sekolah sampai sarjana. Bukan terus ribut soal merdeka-merdeka yang tidak jelas,” tegas seorang guru honorer di Intan Jaya yang meminta namanya tidak dipublikasikan.

Pemerintah pun terus menggelontorkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk mempercepat pembangunan Papua. Meski tantangan masih ada, masyarakat ingin berfokus pada perbaikan, bukan perpecahan.

Menolak Peringatan OPM = Memilih Masa Depan

Bagi banyak orang Papua, menolak peringatan 1 Juli bukan berarti mengabaikan sejarah. Justru ini adalah langkah dewasa untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Mereka ingin hak-haknya dihormati melalui dialog dan keterlibatan aktif dalam sistem yang sah, bukan melalui kekerasan dan senjata.

Saatnya Mendengar Suara Papua yang Damai

Narasi separatis bukan satu-satunya suara dari Papua. Faktanya, mayoritas masyarakat hari ini lebih memilih damai, sejahtera, dan berdaya.

Mereka tidak ingin Tanah Papua terus diidentikkan dengan konflik. Mereka ingin dikenang sebagai generasi yang bangkit, bukan terpecah.

Pos terkait