Pembunuhan Guru di Yahukimo: Pelanggaran HAM Serius yang Mengancam Papua

Kabaroman.com – Peristiwa pembunuhan seorang guru serta pembakaran empat sekolah di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah memicu kecaman keras dari berbagai pihak. Aksi brutal ini tidak hanya dipandang sebagai serangan terhadap nyawa manusia, tetapi juga sebagai ancaman terhadap hak asasi manusia (HAM), pendidikan, dan masa depan generasi Papua.

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi , menegaskan bahwa insiden ini bukan sekadar hilangnya nyawa manusia, tetapi juga penghancuran harapan bagi masyarakat Papua. Sektor pendidikan dan kesehatan, yang merupakan pilar utama pembangunan, menjadi target dalam aksi kekerasan tersebut.

“Kelompok yang mengaku bagian dari TPNPB-OPM kerap menuduh korbannya sebagai mata-mata. Ini adalah pola lama yang terus diulang—tuduhan yang digunakan untuk membenarkan kekerasan, menebar ketakutan, dan memperkuat posisi mereka di tengah masyarakat yang sudah lama dilanda krisis kepercayaan,” ujar Fahmi dalam pernyataannya, Minggu (23/3/2025).

Menurut Fahmi, tuduhan sepihak semacam itu tidak dapat dijadikan pembenaran untuk menghilangkan nyawa manusia. “Tidak ada alasan apa pun untuk membunuh warga sipil, apalagi mereka yang bekerja di garis depan kemanusiaan seperti guru. Ini bukan perjuangan—ini adalah tindakan terorisme,” tegasnya.

Fahmi juga menyoroti bahwa segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil merupakan pelanggaran HAM berat, tanpa memandang siapa pelakunya. “Baik dilakukan oleh negara maupun aktor bersenjata non-negara, kekerasan terhadap warga sipil tetaplah pelanggaran HAM yang harus dihentikan,” tambahnya.

Dalam pernyataan yang beredar di media, juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom , mengklaim bertanggung jawab atas aksi ini. Pengakuan tersebut semakin memperkuat indikasi bahwa kelompok ini secara sengaja menargetkan warga sipil, termasuk tenaga pendidik, untuk menciptakan ketakutan dan memperkuat pengaruh mereka di wilayah konflik.

Aksi pembakaran sekolah ini tidak hanya merusak infrastruktur fisik tetapi juga melumpuhkan proses belajar-mengajar, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi anak-anak Papua. Kekerasan ini dinilai sebagai upaya sistematis untuk mengisolasi masyarakat lokal dari akses pendidikan, yang merupakan hak dasar setiap individu.

Aparat keamanan segera bertindak dengan melakukan evakuasi jenazah korban dan meningkatkan patroli di wilayah rawan. Tim Satgas Koops TNI Habema Kogabwilhan III berhasil mengevakuasi jenazah para korban dari Distrik Anggruk, Yahukimo, pada 23 Maret 2025, meskipun medan yang sulit dan potensi gangguan dari kelompok bersenjata menjadi tantangan besar.

“Evakuasi dilakukan dengan pengamanan ketat karena kondisi di Distrik Anggruk masih sangat rawan. Namun, berkat koordinasi yang baik, jenazah korban berhasil dibawa ke Bandara Dekai, Kabupaten Yahukimo, untuk proses identifikasi lebih lanjut,” ujar Letkol Inf Gustiawan , Dansatgas Rajawali II Koops TNI Habema Kogabwilhan III.

Selain mengevakuasi korban, aparat juga mendokumentasikan kerusakan akibat aksi pembakaran sekolah. Mayjen TNI Lucky Avianto , Pangkoops Habema, menegaskan komitmen TNI untuk memastikan keamanan di wilayah tersebut.

“Satgas Habema hadir sebagai bagian dari upaya negara untuk memastikan setiap warga negara, termasuk tenaga pendidik, dapat hidup dan bekerja dengan aman. Kami telah mengerahkan personel untuk mengevakuasi korban, mengamankan lokasi, dan mencegah kejadian serupa terulang,” ujar Mayjen TNI Lucky Avianto.

Insiden ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap strategi keamanan di Papua. Tenaga pendidik dan tenaga medis yang bekerja di daerah rawan konflik membutuhkan perlindungan lebih maksimal. Sinergi antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil harus diperkuat untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.

Mayjen TNI Lucky Avianto juga mengimbau masyarakat agar tetap waspada dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada aparat keamanan. “Keamanan adalah tanggung jawab bersama. Kami meminta masyarakat untuk proaktif dalam menjaga stabilitas wilayah demi kebaikan bersama,” katanya.

Tragedi di Yahukimo ini menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap warga sipil tidak hanya melukai individu, tetapi juga merusak fondasi sosial dan ekonomi masyarakat. Pendidikan adalah salah satu kunci untuk membangun perdamaian dan kemajuan di Papua. Oleh karena itu, segala bentuk ancaman terhadap dunia pendidikan harus dihentikan.

Pos terkait