Kabaroman.com – Di tengah kerasnya medan pedalaman Papua Barat, lahir sosok guru luar biasa yang tak hanya menginspirasi murid-muridnya, tetapi juga komunitas sekitarnya. Theofilus Laki Jando, seorang guru SMP Satap Moyeba, Teluk Bintuni, menjadi teladan melalui dedikasi dan cinta yang ia berikan untuk mencerdaskan anak-anak suku Moskona, penduduk asli wilayah tersebut.
Theofilus memulai karier mengajarnya 10 tahun lalu sebagai guru agama Katolik. Namun, kekurangan tenaga pengajar memaksanya mengajarkan berbagai mata pelajaran lain, seperti Matematika, PKN, PJOK, dan Seni Budaya.
“Kita mengisi kekosongan meskipun bukan bidang utama, karena dulu hanya ada tiga guru. Kini jumlah guru bertambah menjadi delapan,” ujarnya.
Setiap hari, ia menghadapi tantangan besar. Siswa harus menempuh perjalanan hingga tiga kilometer untuk bersekolah, bahkan ada yang menginap di desa terdekat. Ancaman malaria, kelompok bersenjata, hingga sulitnya akses internet menjadi bagian dari keseharian. Banyak anak akhirnya memilih berhenti sekolah untuk membantu keluarga di kota besar.
Namun, Theofilus tak menyerah. Ia selalu memberi motivasi, menyemangati siswa untuk terus belajar meski dalam keterbatasan.
Tantangan infrastruktur yang minim menjadi ujian berat. Sekolah ini hanya memiliki tiga ruang kelas tanpa kantor, laboratorium, atau perpustakaan. Untuk ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer), guru dan siswa harus menempuh perjalanan berhari-hari, menahan lapar, dan melewati medan berat demi mendapatkan akses internet.
“Kadang kami berjalan dua jam ke hutan hanya untuk mendapat jaringan. Siswa dan guru saling membantu membawa bahan makanan hingga alat-alat sekolah,” tuturnya.
Harga kebutuhan pokok yang tinggi juga menjadi kendala besar. Beras 25 kg bisa mencapai Rp1 juta, dan minyak goreng 5 liter mencapai Rp500 ribu. Namun, dukungan masyarakat lokal sangat membantu. Para orang tua sering berbagi hasil kebun seperti umbi-umbian atau sagu untuk kebutuhan guru.
Theofilus percaya bahwa menjadi guru adalah panggilan hati. Baginya, mengajar bukan sekadar pekerjaan, tetapi pengabdian yang dilakukan dengan cinta.
“Cinta dalam pelayanan membuat kehadiran kita bermakna bagi orang lain,” ungkapnya.
Ia berharap siswanya dapat menggunakan ilmu yang mereka peroleh untuk membantu keluarga dan komunitas. Ia juga berharap pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan dasar seperti listrik, jaringan internet, dan pelatihan khusus bagi guru pedalaman.
Atas dedikasinya, Theofilus meraih berbagai penghargaan, termasuk sebagai salah satu peserta terbaik Festival Potret Cerita Kurikulum Merdeka 2023 di tingkat nasional dan juara pertama Jambore GTK 2024 tingkat Provinsi Papua Barat untuk kategori guru dedikatif.
Sosok Theofilus Laki Jando adalah bukti nyata bahwa keterbatasan tidak pernah menjadi penghalang untuk memberikan perubahan besar bagi generasi muda. Dengan semangat dan ketulusan, ia terus berjuang mencerdaskan bangsa dari pelosok negeri.