Kabaroman.com – Di tengah hiruk pikuk ekonomi modern yang didominasi oleh transaksi uang tunai, Pasar Mambunibuni di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, berdiri sebagai sebuah anomali yang memukau. Lebih dari sekadar pusat perdagangan, pasar ini adalah jantung tradisi, simbol harmoni, dan bukti nyata eratnya persaudaraan antara masyarakat pesisir dan pegunungan Papua Barat.
Setiap hari Sabtu, sebuah pemandangan unik terhampar di Pasar Mambunibuni. Masyarakat pesisir, dengan perahu-perahu kecil mereka, tiba membawa limpahan hasil laut: ikan sembilang yang segar, mangiwang yang melimpah, hingga olahan ikan asap dan ikan asin, serta aneka siput laut, kepiting, dan kerang. Mereka bertemu dengan saudara-saudara dari pegunungan yang membawa kekayaan hasil bumi: pisang, keladi, petatas (ubi jalar), pinang, sirih, sagu, dan beragam sayuran hijau.
Mekanisme Barter yang Melampaui Nilai Uang
Yang membuat Pasar Mambunibuni begitu istimewa adalah mekanisme transaksinya yang sepenuhnya mengandalkan barter, tanpa melibatkan uang tunai sedikit pun. Ini bukanlah pertukaran yang kaku dengan perhitungan nilai moneter yang presisi. Sebaliknya, prosesnya didasari oleh prinsip saling membutuhkan dan saling pengertian. Tidak ada aturan tertulis yang mengikat; semuanya bergantung pada kesepakatan langsung antara dua pihak yang bertransaksi.
Ada pula tata tertib yang unik dan dihormati bersama. Barter tidak dimulai sebelum pukul 09.00 pagi. Setelah Kepala Pasar memberikan aba-aba “Pheh rangge!” yang berarti “Bersiap, sudah mulai saling tukar!”, barulah aktivitas pertukaran dimulai. Ini menunjukkan tingkat kedisiplinan dan rasa saling menghargai yang tinggi di antara para pedagang. Meskipun menggunakan sistem barter, kualitas tetap menjadi prioritas utama. Ada kesepahaman tak tertulis bahwa hasil kebun yang baik harus ditukar dengan hasil laut yang baik pula, mencerminkan integritas dalam bertransaksi.
Bukan Sekadar Pasar, Melainkan Lembaga Sosial
Pasar Mambunibuni jauh melampaui fungsi ekonominya. Ia adalah lembaga sosial tak resmi yang memperkuat tali silaturahmi. Setiap Sabtu menjadi ajang “reuni” mingguan bagi masyarakat dari berbagai latar belakang, baik Muslim maupun Kristen, untuk bertemu, bersosialisasi, dan saling melengkapi kebutuhan sehari-hari. Ini adalah manifestasi nyata dari kearifan lokal dalam menjaga keberlanjutan ekonomi dan sosial masyarakat Fakfak.
Keberadaan Pasar Mambunibuni menjadi cerminan betapa kuatnya nilai-nilai tradisional dan kebersamaan masih dipertahankan di tengah derasnya arus modernisasi. Di tengah gempuran uang elektronik dan pasar daring, Mambunibuni mengingatkan kita akan esensi hubungan antarmanusia dan kebergantungan kolektif.
Potensi Pasar Mambunibuni sebagai objek wisata budaya pun sangat besar. Keunikan sistem barter dan interaksi sosial yang otentik dapat menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman berbeda. Tentu, dukungan dalam hal promosi dan penyediaan fasilitas pendukung seperti toilet atau tempat parkir akan sangat membantu dalam mengembangkan potensi ini tanpa menghilangkan esensi lokalnya.
Pasar Mambunibuni bukan hanya fenomena masa lalu yang bertahan, melainkan sebuah model masa depan yang mengajarkan kita tentang keberlanjutan, komunitas, dan nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu. Ini adalah permata tersembunyi Papua Barat yang patut kita jaga dan lestarikan.